MAKALAH
TUGAS MATA KULIAH
ILMU ALAMIAH DASAR
“Kearifan lokal Yogyakarta”
Disusun oleh :
hendra
BUDIDAYA PERAIRAN
PPPPTK VEDCA CIANJUR
JOINT PROGRAM
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Illahi Rabbi yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian, sehingga dalam kehidupan ini kita
bisa berkarya dan mencipta. Semoga kita semua selalu mendapat petunjuk dan
perlindungan-Nya sepanjang masa. Alhamdulillah atas ijin dan rahmat-Nya serta dengan niat,
tekad dan usaha penyusun akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Selanjutnya
pada kesempatan kali ini penyusun dengan setulus hati menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada dosen Ilmu Alamiah
Dasar Ir.Adang,Msi yang
telah memberikan support, dorongan, motivasi dan pengarahan serta kebebasan
seluas-luasnya kepada mahasiswanya dalam
mengekpresikan dan menuangkan akal budi dalam pembuatan makalah Ilmu
Alamiah Dasar.
Begitu
pula penyusun menyampaikan terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan yang
selalu menyemangati penyusun untuk lebih giat belajar dikala semangat belajar
penyusun menurun, terimakasih pula atas kritikan yang membangun saran dan dukungannya yang membuat semangat
belajar penyusun selalu “On Fire”.
Penyusun
menyadari dalam makalah ini masih banyak mengandung kekurangan disana-sini, tak
ada gading yang tak retak. Oleh karena itu penyusun dengan senang hati menerima
kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak demi perbaikan diri penyusun
dalam menulis makalah selanjutnya.
Akhirnya,
penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
dan pemerhati.
Terimakasih.
Cianjur,
25 Januari 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1
Latar Belakang Masalah.........................................................................1
1.2
Perumusan Masalah................................................................................2
1.3
Kerangka Pemikiran...............................................................................2
1.4
Tujuan Makalah......................................................................................2
1.5
Sistematika Penulisan.............................................................................3
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN.....................................................................4
2.1 Sejarah Yogyakarta................................................................................4
2.2 Kondisi Geografi....................................................................................6
2.3 Perekonomian.........................................................................................8
2.4 Sosial
Budaya.......................................................................................11
2.5 Tata Ruang dan Infrastruktur...............................................................16
2.6 Pemerintahan
Daerah Istimewa............................................................18
BAB III
PENUTUP...........................................................................................23
3.1 Kesimpulan...........................................................................................23
3.2 Saran......................................................................................................23
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................24
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Realita historis telah membuktikan kesemestaan Yogyakarta
bagi dunia, sehingga menjadikan kebudayaan Yogyakarta bukanlah kebudayaan
Yogyakarta yang berdiri sendiri di negerinya, tetapi merupakan ramuan dari
berbagai kebudayaan yang telah di-harmonisasi-kan
ke dalam seluruh aspek kehidupan berbudaya di Yogyakarta. Yogyakarta, negeri
yang di-design awal oleh ahli tata
ruang dan ahli starategi perang, P. Mangkubumi ini telah meramu unsur-unsur
budaya lain, yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk seni pertunjukan, seni
rupa, bahasa, seni suara, seni sastra, adat istiadat, filosofi, seni bangunan,
dan sebagainya.
Kontribusi
Yogyakarta bagi semesta dapat dibuktikan dengan banyaknya atribut yang sengaja
disematkan oleh para pecintanya, sebagai kota budaya, kota pendidikan, kota
pariwisata, kota toleransi beragama. Yogyakarta merupakan ”Taman Dunia” yang diumpamakan sebagai Kawah Candradimuka bagi banyak persona
baik di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Di situs inilah
berjumpa banyak pelajar dan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia, juga
wisatawan baik dari daerah lain maupun wisatawan mancanegara, antara lain :
dari benua Asia, Australia, Amerika, Eropa dan Afrika. Mereka telah memboyong
muatan budaya dari daerah dan negara asalnya. Oleh karenanya kontak budaya
selalu terjadi, sehingga terjadilah imitasi dan akulturasi.
Yogyakarta
tidak akan mungkin mengelak globalisasi, sebagai konsekuensi dari posisinya
yang menyemesta itu dan konsekuensi zaman globalisasi. Globalisasi dan
modernisasi pasti terjadi, dan tidak terelakkan. Era globalisasi yang
diboncengi neoliberalisme dan modernisasi melaju diiringi pesatnya
revolusi IPTEK. Dunia tanpa batas yang menganut aliran kebebasan, kebebasan
berkreatifitas, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi. Bila kita duduk
di suatu kursi akan melihat dan berkomunikasi dengan orang di tempat yang
paling jauh di dunia luar sana, maka kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak
langsung telah melahirkan budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya
masyarakat di Yogyakarta. Berangkat dari itulah yogyakarta berusaha bertahan
dengan jati dirinya ditengah-tengah derasnya aliran arus globalisasi yang
menyerang dari segala lini kehidupan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan
lingkungan hidup. Maka dalam menjawab tantangan arus globalisasi itu yogyakarta
mencoba bertahan dengan budaya dan teknologi kearifan lokalnya.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Apakah budaya dan teknologi kearifan lokal
Yogyakarta?
b. Bagaimana kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat
Yogyakarta dalam lingkunga hidupnya?
c. Kearifan lokal apa sajakah yang masih dipegang kuat
oleh masyarakat Yogyakarta?
1.3
Kerangka
Pemikiran
Dalam penyelesaian penyusunan makalah
ini penulis menggunakan study kepustakaan, yaitu penulis mencari
informasi-informasi dari buku-buku dan internet
yang berhubungan dengan judul makalah yang penulis ajukan yaitu “Teknologi
Kearifan lokal
Yogyakarta”
1.4
Tujuan
a.
Untuk mengetahui tentang Yoygakarta,
b.
Untuk mengetahui budaya Yogyakarta,
c.
Untuk mengetahui teknologi kearifan lokal
Yogyakarta,
d. Untuk mengetahui perkembangan dan
realita kearifan local masyarakat yogyakarta dalam menghadapi arus globalisasi,
1.5
Sistematika Penulisan
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Kerangka Pemikiran
1.4 Tujuan Makalah
1.5 Sistematika Penulisan
2. BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Yogyakarta
2.2 Kondisi Geografi
2.3 Perekonomian
2.4 Sosial Budaya
2.5 Tata Ruang dan Infrastruktur
2.6 Pemerintahan Daerah Istimewa
4. BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB
II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Yogyakkarta
Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat
Provinsi di Indonesia yang meliputi Kesultanan
Yogyakarta dan Kadipaten
Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian
selatan Pulau
Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi
Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah
Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota
dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438
desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390
jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta
memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.
Penyebutan
nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menyebabkan sering
terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah
Istimewa ini sering diidentikkan dengan kota Yogyakarta sehingga
secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walaupun
memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal
di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi
tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio
Oktober-November 2010.
Sebelum
Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan
sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten
Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan
Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan
Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813.
Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan Pakualaman sebagai kerajaan
dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak
politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad
1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad
1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan
dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang
meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah
negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan
asli), wilayah dan penduduknya.
1.
Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden
RI.
2.
Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara
terpisah).
3.
Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam
satu naskah).
Dalam perjalanan
sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan
maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum
perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian
Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950
sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah
Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan
Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan
terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
2.2 Kondisi Geografi
DIY terletak di
bagian tengah-selatan Pulau
Jawa, secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang
Selatan dan 110o00’-110o50’ Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat
dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi
Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan
Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan
fisiografi Gunungapi Merapi, yang
terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung
api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian
Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung
sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di
Sleman bagian utara.
Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus,
mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan
kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst
yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan
cekungan Wonosari (Wonosari
Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk
menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan
bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk
batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi
penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan
Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan
bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan
lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran
Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan
sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian
selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan
Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam
satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum
didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai
Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang
terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian
bentang alam pantai.
Kondisi
fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan
prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta
kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif
datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman,
Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan
memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan
wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah
aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat dan DAS
Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah
Sungai Serang, Sungai
Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code,
Sungai Gajah Wong, Sungai
Opak, dan Sungai Oya.
2.3 Perekonomian
Perekonomian
Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor Investasi;
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian; Ketahanan Pangan;
Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan; Energi dan Sumber Daya
Mineral; serta Pariwisata.
Varian produk
ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil dan
kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu
merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun demikian secara
umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan
nilai seni dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive).
Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah
satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang
disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu upaya
pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif
dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro
dan kecil. Pada 2010 tercatat koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM
tercatat 13.998 unit usaha
2.3.1 Pertanian
dan kehutanan
Tingkat
kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY yang diukur dengan
Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP
sebesar 112,74% [14]. Ketahanan
pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus
merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia. Secara umum
ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena berkaitan dengan musim panen
sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY dapat
dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan tangkap
dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan budidaya tahun
2010 mencapai 39.032 ton dan perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan
konsumsi ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun.
Hutan di Provinsi
DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar berada di wilayah
Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY pada tahun 2010 sebesar
5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 9,93% dan kerusakan kawasan
hutan sebesar 4,94% [16]. Sektor
perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah
kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan
tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan produksi, produktifitas dan
mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani.
2.3.2 ESDM
Sumber daya
mineral atau tambang yang ada di
DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit,
kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan
galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini
sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang
terdapat di Kabupaten
Kulon Progo . Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik,
minyak dan gas di Provinsi DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina
2.3.3 Pariwisata
Pariwisata merupakan
sektor utama bagi DIY. Banyaknya obyek dan daya tarik wisata di DIY telah
menyerap kunjungan wisatawan, baik
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan
wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara dan
1.304.137 orang dari nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting,
Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata
alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti
resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada
37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapaun
penyelenggaraan MICEsebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per
hari. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta
didukung oleh kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu
menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun
2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 diantaranya yang layak dikunjungi. Tiga
desa wisata di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14
lainnya rusak ringan.
Secara
geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek wisata yang
terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi
motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor
andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta pertanian.
Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang
nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah
sangat signifikan.
2.4 Sosial Budaya
Kondisi sosial
budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi Kependudukan; Tenaga
Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan Sosial; Kesehatan; Pendidikan;
Kebudayaan; dan Keagamaan
2.4.1 Kependudukan dan tenaga kerja
Laju
pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau
kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk di
DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002
menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk
menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk usia
di atas 60 tahun.
Proporsi
distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor
tenaga kerja. Angkatan
kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%. Di sektor ekonomi yang
menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian kemudian disusul
sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor
pariwisata, sektor perdagangan dan industri terutama industri kecil menengah
serta kerajinan. Pengangguran di DIY menjadi problematika sosial yang cukup
serius karena karakter pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga
profesional dengan tingkat pendidikan tinggi.
Salah satu cara
untuk mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan adalah dengan
mengadakan program transmigrasi. Pelaksanaan
pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008 melalui program
transmigrasi sejumlah 76.495 Kk atau 274.926 Jiwa. Ditinjau dari pola
transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan keswadayaan masyarakat, melalui
Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi
Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh
Provinsi. Rasio jumlah tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari
total transmigran yang diberangkatkan.
2.4.2 Kesejahteraan dan kesehatan
Sebagai salah
satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan kesehatan menjadi salah
satu instrumen di dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007
jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari
pemerintah pusat (meningkat 27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak
216.536 RTM). Penduduk DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada
tahun 2007 kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II
23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat
kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase penduduk
miskin menjadi 16,83%.
Arah pembangunan
kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan Provinsi DIY yang memiliki
status kesehatan masyarakat yang tinggi tidak hanya dalam batas nasional tetapi
memiliki kesetaraan di tataran internasional khususnya Asia Tenggara dengan
mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, peningkatan
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan DIY sebagai pusat
mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan kesehatan serta konsultasi
kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY
sebagai provinsi dengan indikator kesehatan terbaik dan
paling siap dalam mencapai MDG’s.
Pada tahun 2010
capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup berada pada level usia
74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar 18/1000 KH, angka kematian bayi
sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH.
Prevalensi gizi buruk sebesar 0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan
Cakupan Rawat Inap Rumah
Sakit sebesar 1,32%.
Dari 118
Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistern manajemen mutu melalui
pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan ISO 9001:200; 25%
rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5 standar; 17% RS terakreditasi
dengan 12 standar; dan 5% RS telah terakreditasi dengan 16 standar pelayanan.
Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat
menjadi 40% dan RS dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%.
Meskipun demikian cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional
15%) sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan kesehatan
dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai 100%. Rasio dokter umum per
100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada tahun 2006.
Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp. 34.978.592.000,00.
Penyakit jantung dan stroke telah menjadi
pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko penyakit jantung penduduk
DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%,
sedangkan remaja yang perokok
aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang melakukan aktifitas
olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY yang mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam
tiga tahun terakhir angka obesitas pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.
2.4.3 Pendidikan
Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah sudah merata
dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di
Provinsi DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka
sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah 381
sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat dikatakan sudah
memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI : 22, SMP/MTs : 33,
SMA/MA/SMK : 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di Provinsi DIY juga
cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI: 13, SMP/MTs: 11,
SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru jenjang SD/MI
sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 24.093 guru. Jenjang
SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 12.971 guru.
Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru telah memenuhi kualifikasi dari total
15.067 guru.
Para lulusan
jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka
kelulusan SD/MI mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar
88,98%. Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk
SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK. Sementara itu jumlah
perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri, swasta maupun kedinasan
seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian 21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh
oleh 9.736 dosen.
2.4.4 Kebudayaan
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible
(fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible
antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi
budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni,
sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki
tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar
Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau
tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih
terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya
dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya
dan beradat tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua
diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu dan museum Sonobudoyo diproyeksikan
menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya tidak
bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan kunjungan ke museum
mencapai 6,42%.
2.4.5 Keagamaan
Penduduk DIY
mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama Kristen,
Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun
2007 terdiri dari 6214 masjid, 3413 langgar,
1877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25
kuil/pura dan 24 vihara/klenteng.
Jumlah pondok
pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai dan 2.694
ustadz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta
terdiri dari 148 madrasah
ibtidaiyah, 84 madrasah
tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan
juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke
tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.
2.5 Tata Ruang dan Infrastruktur
Kondisi bentang
alam DIY yang beragam dan aspek filosofi kebudayaan mempengaruhi pengembangan
tata ruang/wilayah dan pembangunan infrastruktur di DIY.
2.5.1 Tata ruang
Model yang
digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development atau
disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu koridor
tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor sekitarnya.
Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan pembangunan dilakukan
lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta,
dibandingkan dengan investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan
sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah DIY,
maka diarahkan pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan
Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW
Bantul, dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010
tentang RTRW Prov DIY 2009-2029 mengatur pengembangan tata ruang di DIY.
Penataan ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.
2.5.2 Prasarana
Prasarana jalan
yang tersedia di Provinsi DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km), Jalan Provinsi (690,25 Km), dan Jalan Kabupaten (3.968,88 Km),
dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah dengan total panjang
4.664,13 meter untuk jembatan nasional dan 215 buah dengan total panjang
4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah perkotaan, dengan kondisi
kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per tahun),
sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya
kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas dan terjadinya kecelakaan lalu lintas
yang terus meningkat setiap tahun.
2.5.3 Transportasi
Pelayanan
angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat di Stasiun Kereta Api Tugu untuk kelas
eksekutif dan bisnis, sedangkan Stasiun
Lempuyangan untuk melayani angkutan penumpang kelas ekonomi dan
barang. Saat ini untuk meningkatkan layanan jalur Timur-Barat sudah dibangun
jalur ganda (double track) dari Stasiun
Solo Balapan sampai Stasiun Kutoarjo. Berkaitan
dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang berkaitan dengan layanan
angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan yang tidak dijaga.
Selain kerata api, Pemprov DIY mengembangkan layanan Bus Trans Jogja yang
menjadi prototipe layanan angkutan massal di masa mendatang.
Untuk angkutan sungai, danau dan
penyeberangan, Waduk
Sermo yang terletak di Kabupaten
Kulon Progo yang memiliki luas areal 1,57 km2 dan mempunyai keliling
± 20 km menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk
dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut di Provinsi DIY
terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai pendaratan kapal
pendaratan pencari ikan dan tempat wisata pantai. Terdapat 19 titik TPK yang
dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.
Di sektor
transportasi udara, Bandara
Adisutjipto yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004
menjadi pintu masuk transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik
domestik maupun internasional. Keterbatasan fasilitas sisi udara dan darat yang
berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto sebagai
gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status bandara yang
“enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada dimanfaatkan untuk dua
kepentingan yakni penerbangan sipil dan latihan terbang militer.
2.6 Pemerintahan Daerah Istimewa
2.6.1 Asal Usul (Origins)
Pemerintahan
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintahan
Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi
yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan
Yogyakarta dan Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman.
Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan yang
kuat dengan Keraton
Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga
tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem
Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon
pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.6.2 Kepala dan Wakil Kepala Daerah
Istimewa
Menurut UU
Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai
pembentukan DIY), Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh
Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu, di zaman sebelum
Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya; dengan syarat-syarat
kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di
daerah itu. Dengan demikian Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1988, dijabat
secara otomatis oleh Sultan Yogyakarta yang bertahta dan Wakil Kepala Daerah Istimewa,
sampai tahun 1998, dijabat secara otomatis oleh Pangeran Paku Alam yang
bertahta.
Nomenklatur
Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa baru digunakan mulai tahun 1999
dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999. Adapun daftar Kepala dan Wakil Kepala
Daerah Istimewa sebagai berikut:
No.
|
Foto
|
Nama
|
Dari
|
Sampai
|
Keterangan
|
1.
|
|
|
|
|
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara dengan NIP 010000001.
|
2.
|
|
|
|
|
Wakil Gubernur,
melaksanakan tugas Gubernur dalam jabatan Penjabat Gubernur,
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara dengan NIP 010064150.
|
3.
|
|
|
|
|
Masa jabatan pertama.
|
|
|
Masa jabatan kedua.
|
|
|
Perpanjangan masa jabatan kedua.
|
|
|
Perpanjangan kedua masa jabatan kedua.
|
2.6.3 Birokrasi dan kelembagaan
Di bidang
pengembangan kelembagaanPemerintah Provinsi DIY telah menetap Peraturan Daerah (Perda) Nomor
5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan
Sekretariat DPRD Provinsi DIY, Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi DIY, Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DIY; serta
menerapkannya mulai tahun 2009.
Perangkat
daerah di DIY antara lain terdiri atas:
- Sekretariat Daerah
- Sekretariat DPRD
- Dinas
Kebudayaan
- Dinas
Kehutanan Dan Perkebunan
- Dinas
Kelautan Dan Perikanan
- Dinas
Kesehatan
- Dinas
Pariwisata
- Dinas
Pekerjaan Umum, Perumahan Dan Energi Sumber Daya Mineral
- Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset
- Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
- Dinas
Perhubungan, Komunikasi Dan Informatika
- Dinas
Perindustrian, Perdagangan Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah
- Dinas
Pertanian
- Dinas
Sosial
- Dinas
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
- Inspektorat
- Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
- Badan
Kepegawaian Daerah
- Badan
Kerjasama Dan Penanaman Modal
- Badan
Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan Masyarakat
- Badan
Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan
- Badan
Lingkungan Hidup
- Badan
Pemberdayaan Perempuan Dan Masyarakat
- Badan
Pendidikan Dan Pelatihan
- Badan
Perpustakaan Dan Arsip Daerah
- Sekretariat
Komisi Pemilihan Umum Provinsi
- Rumah
Sakit Grhasia
- Satuan
Polisi Pamong Praja
Selain itu di DIY dibentuk Ombudsman
Daerah sejak tahun 2004 dengan keputusan Gubernur.
2.6.4 Lembaga Perwakilan Rakyat
Lembaga
Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta dirintis dengan pembentukan KNI
Daerah Yogyakarta pada tahun 1945. Pada Mei 1946 KNI Daerah Yogyakarta
dibubarkan dan dibentuk Parlemen Lokal pertama di
Indonesia dengan nama Dewan Daerah[45]. Walaupun
anggotanya tidak dipilih melalui pemilihan umum, parlemen ini tetap bekerja
mewakili rakyat sampai tahun 1948 saat Invasi Belanda ke Kota Yogyakarta. Pada
1951, setelah melalui pemilihan umum bertingkat terbentuklah parlemen lokal
yang lebih permanen dengan nama "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Istimewa Yogyakarta".
2.6.5 Legislator dan Senator
Daerah Istimewa
Yogyakarta diwakili sembilan wakil di DPR RI
(legislator) dan empat wakil di DPD (senator).
2.6.6 Bentuk keistimewaan
Bentuk
keistimewaan bagi Pemerintahan DI Yogyakarta saat ini masih menjadi ranah politik di DPR Pusat.
Namun menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3
Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Pemerintahan di Daerah Istimewa tidak berbeda
dengan daerah biasa. Yang berbeda/yang menjadikan istimewa adalah mengenai
pengangkatan kepala daerahnya dan juga boleh memiliki wakil kepala daerah jika
daerah istimewa tersebut merupakan gabungan dari dua daerah atau lebih. Sebab
pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Hanya
itulah satu-satunya bentuk keistimewaan dan tidak ada yang lain.
Adapun alasan
keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun
1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan
DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal-usul dan di jaman sebelum
Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa
(zelfbestuure landschappen).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2. Dalam
realita kehidupan kenegaraan system demokrasi mengalami beberpa perubahan tata
pikir pelaksanaannya.
3. Setiap
negara mempunyai sedikit banyak perbedaan tentang bagaimana mereka
menginterpretasikan demokrasi.
4. HAM
adalah hak dimiliki oleh setiap manusia di muka bumi ini tanpa mengenal
perbedaan negara, ras, maupun agama.
3.2 Saran
1. Pelaksanaan
demokrasi dalam tataran kenegaraan tidak mungkin luput dari pergolakan
pemikiran, tetepi dalam pergolakannya harus menjaga hak-hak warganegara lain
serta harus menjunjung tinggi kewajiban warga negara terhadap negara, tidak
boleh bertindak anarki.
2. Dalam
penegakan HAM di Indonesia harus lebih balance dalam artian keadilan yang
menyeluruh bagi setiap warga masyarakatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2009. Demokrasi
Dan Politik. http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertiandemokrasi/.[
25 september 2010].
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/demokrasi/
http://www.forum-politisi.org/berita/article.php?id=547
http://organisasi.org.com
http://id.wikipedia.org.com
http://komunitasmahasiswa.info.com
www.irchan.co.cc/2009/01/sejarah-perkembangan-ham.com
http://hitsuke.blogspot.com
http://bluecryztal.blogspot.com
http://chaplien77.blogspot.com
http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/demokrasi/