BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan gonad pada suatu jenis
ikan selalu menjadi perhatian bagi peneliti-peneliti reproduksi dimana
peninjauannya dilakukan dari berbagai aspek yang termasuk di dalam gonad baik
terhadap individu maupun populasi. Dalam individu telur terdapat proses yang
dinamakan villetogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur pada
tiap-tiap individu telur.
Suatu jenis ikan akan mulai bertelur
(masak kelamin) pada umumnya berbeda dengan jenis ikan lainnya, sebab masing-masing
jenis ikan mengalami perkembangan gonad dengan lama waktu yang berbeda-beda
atau sesuai dengan umur yang harus dicapai oleh suatu jenis ikan untuk mulai
bertelur. Perkembangan gonad ikan pada umumnya dengan pertambahan umur ikan,
yaitu semakin dewasa seekor ikan maka perkembangan gonadnya akan semakin
sempurna untuk mengadakan pembentukan dan pemasakan telur.
Di perkembangan gonad didalam
reproduksi, sebagian dihasilkan dari metabolisme tertuju kepada perkembangan
gonad. Berat gonad semakin bertambah dan mencapai maksimum ketika ikan akan
memijah, kemudian beratnya menurun setelah pemijahan. Percobaan kondisi gonad
ini dapat dinyatakan dengan suatu indeks kematangan gonad dinyatakan sebagai
berat gonad dibagi beserta tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100 %.
Sebelum
melakukan proses pemijahan, terlebih dahulu ikan mengalami perkembangan
organ-organ seksualnya. Dalam hal ini yang perlu dicermati dan diketahui oleh
para petani ikan yaitu mengenai perkembangan gonad ikan itu sendiri. Proses
inilah yang dinamakan dengan proses kematangan gonad. Matang atau tidaknya
gonad ikan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam usaha pembenihan ikan. Jika
ikan yang akan dipijahkan sudah benar-benar matang gonad, maka pemijahan pun
dapat berlangsung dengan baik dan telur-telur yang dihasilkan pun akan baik
juga. Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad maka diperlukan ilmu dan
keahlian dalam mempelajari tentang gonad ikan.
Untuk
mengetahui terhadap kematangan gonad suatu ikan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya adalah pengamatan gonad berdasarkan kondisi gonad itu sendiri
dan berdasarkan morfologi atau penampakan bagian luar tubuh ikan yang mengarah
pada ciri-ciri matang gonad. Antara lain pada induk betina ciri yang paling
utama adalah pada bagian perut terlihat membesar dan bila disentuh akan terasa
lembek atau empuk. Sedangkan pada induk jantan apabila pada bagian perut
diurut, akan mengeluarkan cairan kental putih susu.
Untuk
memperoleh datatentang kematangan gonad ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
: cara pertama, data tentang kematangan gonad dapat diketahui dengan cara
mendetail karena dilakukan dalam laboratorium dan prosesnyapun membutuhkan
waktu yang relatif lama karena harus melalui penelitian dan percobaan.
Sedangkan cara yang kedua kematangan gonad dapat diketahui melalui morfologi
ikan, cara ini banyak dilakukan oleh para petani ikan. Namun syarat utamanya
yaitu petani ikan harus benar-benar sudah mengetahui ciri-ciri morfologi induk
ikan yang sudah matang gonad, sehingga data yang diperoleh akan spesifik.
Untuk
mempelajari hal tersebut, dalam sekala pendidikan peerkuliahan biasanya
dilakukan praktikum-praktikum. Praktikum inilah yang nantinya akan memunculkan
suatu kreatifitas dan ilmu yang nantinya dapat membekali pribadi mahasiswa apabila
benar-benar telah terjun dalam dunia perikanan secara nyata.
1.2. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dalam melakukan praktikum pengamatan mengenai Indeks kematangan gonad dan
Fekunditas ikan, adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui perbedaan antara gonad ikan jantan dengan gonad ikan betina.
- Untuk memperoleh data tentang fekunditas atau jumlah telur yang ada pada induk betina.
- Untuk mengetahui ciri-ciri innduk yang sudah matang gonad dilihat dari morfologi dan histologi.
- Untuk memperoleh data tentang indeks kematangan gonad antara induk ikan yang satu dengan yang lain berdasarkan bobot ikan dan panjang tubuh ikan.
5. Untuk mengetahui perubahan-perubahan
yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Lele ( Clarias batrachus )
2.1.1. Morfologi Dan Klasifikasi Ikan Lele ( Clarias batrachus )
Ikan
lele secara morfologi memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (
tidak bersisik ). Sesuai dangan familinya yaitu Clariidae yang memiliki bentuk
kepala pipih dengan tulang keras sebagai batok kepala. Disekitar mulut terdapat
4 pasang sungut. Pada sirip dada terdapat patil atau duri keras yang berfungsi
sebagai alat untuk mempertahankan diri. Secara anatomi ikan lele meiliki alat
pernafasan tambahan yang terletak di bagian dapan rongga insang, yang
memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Oleh karena itu,
ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang mengandung sedikit kadar oksigen(Suyanto,1999).
Gambar 1. Ikan Lele ( Clarias batrachus ).
Ikan lele menurut klasifikasi berdasar taksonomi yang dikemukakan oleh Weber de Beaufort (1965) digolongkan sebagai berikut :
Ø Filum :
Chordata
Ø Sub Filum :
Vertebrata
Ø Kelas :
Pisces
Ø Sub Kelas :
Teleostei
Ø Ordo :
Ostariophysi
Ø Sub Ordo :
Siluroidae
Ø Famili :
Clariidae
Ø Genus :
Clarias
Ø Species : Clarias batrachus
Ikan lele
adalah pemakan jasad hewani yaitu krustassea kecil, larva serangga, cacing dan
moluska. Ikan lele merupakan ikan yang termasuk dalam famili Clariidae memiliki
bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat
pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernafasan
tambahan yang bekerja apabila insang tidak dapat memperoleh kebutuhan oksigen
pada bagian depan rongga insang yaitu arborescen organ. Bagian depan badannya
terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang
berbentuk pipih (Najiyati, 1992).
Ikan lele
secara alami bersifat nocturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih
menyukai tempat yang gelap, pada siang hari ikan lele lebih memilih berdiam
diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Dalam usaha budidaya ikan lele
dapat beradaptasi menjadi sifat diurnal. Ikan lele termasuk dalam golongan ikan
pemakan segala (omnivora) tetapi cenderung pemakan daging (karnivora)
(Anonimous, 1992 dalam Fitriah, 2004). Sebagai alat bantu renang, lele memiliki
tiga buah sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur. Lele
juga memiliki sirip berpasangan yaitu sirip dada dan sirip perut. Sirip dada
dilengkapi dengan sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan patil. Patil
ini berguna sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak (Khairuman dan Amri,
2002 dalam Fitriah, 2004).
2.2. Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Menurut Ichsan Effendie ( 1978 ), pencatatan perubahan atau
tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan
yang akan melakukan reproduksi dengan ikan-ikan yang tidak melakukan
reproduksi. Juga dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini akan didapatkan
keterangan bila mana ikan itu akan memijah, baru memijah atau bahkan setelah
memijah. Mengetahui untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubbungannya
dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan factor-faktor keliling seperti
lingkungan yang mempengaruhinya Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali
gonadnya masak tidak sama ukurannya. Demikian pula yang sam spesiesnya.
Lebih-lebih pada ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang
perbedaannya lebih dari 5 derajat, maka akan terlihat perbedaan dalam ukran dan
umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertama kalinya.
Pengamatan kematangan gonad
dilakukan dengan dua cara, yang pertama dengan cara histology dan dilakukan di
laboratorium. Yang kedua dengan cara pengamatan morfologi yang bisa dilakukan
di laboratorium dan bisa juga dilakukan di lapangan. Dari penelitian secara
histology akan diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan
mendetail. Sedangkan hasil pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail cara
histology. namun cara morfologi banyak dilakukan oleh para peneliti.
Dasar yang dipakai untuk menentukan
tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi adalah bentuk, ukuran panjang
dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang terlihat. Perkembangan gonad
ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan karena perkembangan
diameter atau besarnya telur yang terdapat dalam gonad akan lebih mudahdilihat
dari pada sperma yang ada dalam testis.
Selama proses reproduksi, sebelum
pemijahan terjadi sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan
gonad. Gonad akan bertambah berat seiring dengan makin besar ukuran tubuhnya,
termasuk pada garis tengah telurnya. Gonad mencapai berat dan ukuran maksimum
sesaat sebelum ikan itu memijah, kemudian turun dengan cepat selama pemijahan
berlangsung sampai proses selesai (Effendie, 1979).
Secara morfologi perubahan-perubahan
ini dapat dinyatakan dalam tingkat kematangan gonad. Pengamatan morfologi
meliputi warna, penampakan dan ukuran terhadap rongga tubuh. Perhitungan secara
kuantitatif dinyatakan dengan Indeks Kematangan Gonad (IKG), suatu persentase
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh.
Menurut Effendie (1997), nilai
IKG dapat dirumuskan sebagai berikut :
IKG =
BG
Keterangan
:
IKG = Indeks
Kematangan Gonad (%)
- Bg = Berat Gonad Ikan (gram)
- Bt = Berat tubuh Ikan (gram)
2.3. Fekunditas Ikan
Fekunditas
adalah jumlah telur yang telah matang dalam suatu ovarium sebelum dikeluarkan
pada waktu memijah. Fekunditas yang seperti ini dinamakan fekunditas mutlak (fekunditas individu), sedangkan
fekunditas relatif adalah jumlah
telur per satuan berat dan panjang ikan (Effendie, 2002).
Haryono (2006) menyatakan bahwa, fekunditas ikan
telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history,
tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamika populasi, sifat-sifat
rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen. Pengetahuan mengenai fekunditas
merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam biologi
perikanan. Arti fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah
anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas
umur yang bersangkutan. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata
rantai penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya, tetapi
secara umum tidak ada hubungan yang jelas antara fekunditas dengan jumlah telur
yang dihasilkan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang
peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam
rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam. Fekunditas juga merupakan
suatu subyek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama
dengan respons terhadap makanan.
Wijaya (2008) menyatakan bahwa, pada
umumnya fekunditas tertinggi didapatkan pada ikan-ikan yang telurnya bersifat
relatif, kemudian jumlah sedang yaitu 1000 - 10.000 telur diproduksi oleh ikan
yang meletakkan telurnya di dasar atau di atas vegetasi laut, sedangkan jumlah
telur terkecil dihasilkan oleh ikan yang mengerami telurnya. Fekunditas tahunan
sangat bergantung pada ukuran dan umur ikan serta pada kondisi nutrisinya.
Effendie (1997) menyatakan bahwa,
beberapa kegunaan pengetahuan fekunditas antara lain sebagai bagian studi sistematik
atau studi mengenai ras, dinamika populasi, produktivitas, potensi reproduksi,
dan sebagainya. Dalam bidang akuakultur, jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan
pada waktu pemijahan secara alami atau buatan sangat jelas kegunaannya terutama
dalam persiapan fasilitas kultur ikan tersebut serta untuk keperluan
selanjutnya.
Yasidi (2005) menyatakan bahwa,
informasi mengenai besarnya fekunditas dari suatu spesies merupakan salah satu
indikator untuk menduga besar potensi reproduksinya (Reproductive Potential). Mengenai
hubungan panjang dan fekunditas beberapa jenis ikan menyimpulkan bahwa pada
dasarnya bila data panjang dan fekunditas diplotkan dalam bentuk regresi, maka
mempunyai kecenderungan slope yang sama yaitu hubungan positif. Namun terjadi
variasi yang besar pula pada fekunditas persatuan ukurannya.
Effendie (2002) menyatakan bahwa, untuk
spesies tertentu pada umur yang berbeda-beda memperlihatkan fekunditas yang
bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan. Pengaruh ini terjadi
juga untuk individu yang berukuran sama dan dapat pula untuk populasi secara
keseluruhan. Sebagian dari pengaruh tadi mempengaruhi telur dan persediaan telur.
Effendie (1997) menyatakan bahwa,
mengenai hubungan panjang dan fekunditas beberapa jenis ikan menyimpulkan bahwa
pada dasarnya bila data panjang dan fekunditas diplotkan dalam bentuk regresi,
maka mempunyai kecenderungan slope yang sama yaitu hubungan positif. Namun
terjadi variasi yang besar pula pada fekunditas persatuan ukurannya. Informasi
mengenai besarnya fekunditas dari suatu spesies merupakan salah satu indikator
untuk menduga besar potensi reproduksinya (Reproductive Potential).
Suradi (2008) menyatakan bahwa,
Penerapan fekunditas relatif telah banyak dilakukan oleh beberapa orang
peneliti. Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang.
Fekunditas inipun sebenarnya mewakili fekunditas individu kalau tidak
diperhatikan berat atau panjang ikan. Ada yang mengambil berat sebagai
pembaginya dan ada pula yang mengambil panjang. Bahkan ada yang
mengkombinasikan penggunaan fekunditas relatif yaitu ovari per satuan berat
dengan panjang ikan. Namun baik fekunditas individu maupun fekunditas relatif
tidak memperlihatkan kapasitas reproduksi dari populasi karena fekunditas
individu tidak menunjukkan fekunditas populasi. Penggunaan fekunditas relatif
dengan satuan berat lebih mendekati kepada kondisi ikan itu sendiri dari pada
dengan panjang, lebih mencerminkan status ikan betina dan kualitas dari telur
kalau berat yang dipakai tanpa berat alat-alat pencernaan makanannya.
Rosmawati (2005) menyatakan bahwa,
dalam bidang akuakultur, jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan pada waktu
pemijahan secara alami atau buatan sangat jelas kegunaannya terutama dalam
persiapan fasilitas kultur ikan tersebut untuk keperluan selanjutnya. Beberapa
kegunaan pengetahuan fekunditas antara lain sebagai bagian studi sistematik
atau studi mengenai ras, dinamika populasi, produktivitas, potensi reproduksi,
dan sebagainya.
Effendie (2002) menyatakan bahwa, untuk
spesies tertentu pada umur yang berbeda-beda memperlihatkan fekunditas yang
bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan. Pengaruh ini terjadi
juga untuk individu yang berukuran sama dan dapat pula untuk populasi secara
keseluruhan. Sebagian dari pengaruh tadi mempengaruhi telur dan persediaan
telur. Menurut Effendi (1997) nilai fekunditas dapat dinyatakan dengan rumus :
Fekunditas =
Ø Gravimetrik = G/g = F/f
Keterangan :
F = Fekunditas (telur)
G = Berat gonad keseluruhan (gram)
V = Volume pengenceran (ml)
X = Jumlah telur yang diamati pada mikroskop (telur)
Q = Berat gonad
sebagian (gram)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan
Tempat Praktikum
Kegiatan praktikum Fisiologi Hewan Air, Menghitung Indeks Kematangan Gonad
dan Fekunditas Ikan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 17 januari 2012,
pukul 10.00 – 12.20 WIB. Dan praktikum ini bertempat di Laboratorium dan
Hatchery Departement Agrabisnis Perikanan PPPPTK /VEDCA Cianjur.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah alat bedah, baki, jarum pentul, timbangan, cawan
petri, gelas ukur, lap atau tisu, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah induk ikan Lele (Clarias batrachus), betina
matang gonad.
3.3.
Prosedur Kerja
Adapun langkah kerja yang dilakukan dalam pelaksanaan
praktikum, adalah sebagai berikut :
- Siapkan alat dan bahan.
- Timbang berat tubuh ikan atau bobot ikan.
- Amati cirri-ciri morfologi antara jantan dan betina.
- Matikan ikan dengan cara menusukan jarum pada bagian kepala.
- Setelah ikan mati, lakukanlah pembedahan pada bagian perut ikan dengan cara mengguntingnya dari bagian anus ke atas sampai kelihatan gonadnya.
- Ambil gonad ikan secara hati-hati kemudian timbang dan ukur volumenya.
- Untuk gonad ikan betina, lakukan pengambilan sampel telur pada beberapa titik (5 titik) kemudian timbang dan ukur volumenya.
- Hitung jumlah telur pada sampel yang sudah diambil.
- Hitunglah indeks kematangan gonad dan fekunditas gonadnya.
3.4.
Analisa Data
IKG (Indeks
kematangan gonad) dalam ini dapat diartikan sebagai nilai perbandingan antara
gonad dengan tubuh ikan. Indeks kematangan gonad hanya berlaku pada ikan-ikan
yang sudah mencapai ukuran dewasa dalam arti lain gonadnya.
IKG = BG/BT x
100%
Keterangan :
Ø BG
= Berat gonad (gram)
Ø BT
= Berat tubuh (gram)
Fekunditas (F)
Beberapa
cara menghitung fekunditas antara lain :
1.
Langsung (manual)
2. Gravimetrik
3. Volumetrik
4.
Gabungan (Gravimetrik
dan Volumetrik)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar