BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Air
merupakan media bagi usaha budidaya ikan, maka pengelolaan air yang baik
merupakan langkah awal dalam pencapaian keberhasilan budidaya ikan. Secara umum
pengelolaan kualitas air dibagi kedalam tiga bagian, yaitu secara biologi,
kimiadan fisika.Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan
variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell, 2004).
Setiap
organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya.Adaptasi
tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku.Pada lingkungan
perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan
homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan.Suhu
merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu air dapat akan
menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu .Air memiliki
beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan
lebihlambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun
suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan
faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi
yang sempit.Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan
panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu
lingkungansekelilingnya (Hoole et al. 2005).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum fisiologi ini diantaranya adalah
agar :
Ø Mengetahui respon
organisme akuatik terhadap variabel lingkungan (suhu dan salinitas).
Ø Mengetahui kisaran
toleransi organisme akuatik terhadap variabel lingkungan (suhu dan salinitas).
Ø Mengetahui perubahan suhu dingin dan
suhu panas media air terhadap kondisi fisik dan tingkah laku ikan.
Ø Mengetahui perubahan salinitas media
air terhadap kondisi fisik dan tingkah
laku ikan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Suhu
Suhu
merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan organisme perairan. Pada suhu perairan yang tinggi aktifitas
metabolisme akan meningkat sehingga pada kondisi demikian konsumsi oksigen akan
bertambah pula, sedangkan kelarutan oksigen dalam air akan mengalami penurunan
dengan bertambahnya suhu sehingga hal tersebut bisa saja menyebabkan kematian
bagi organisme tertentu. Suhu media berpengaruh terhadap aktifitas enzim
pencernaan. Pada proses pencernaan yang tadak sempurna akan dihasilkan banyak
feses, sehingga banyak energi yang terbuang. Tetapi jika aktifitas enzim
pencernaan meningkat maka laju pencernaan juga akan semakin meningkat, sehingga
tingkat pengosongan lambung tinggi.
Pertumbuhan
dan kehidupan biota budidaya sangat dipengaruhi oleh suhu air.Pada umumnya,
dalam batas – batas tertentu kecepatan pertumbuhan biota meningkat sejalan
dengan naiknya suhu air, sedangkan derajat kelangsungan hidupnya bereaksi
sebaliknya terhadap kenaikan suhu.Artinya derajat kelangsungan hidup biota
menurun pada kenaikan suhu.Pengaruh suhu secara tidak langsung lainnya adalah
dapat mempengaruhi metabolisme, daya larut gas, termasuk oksigen serta berbagai
reaksi kimia didalam air.
Menurut
Ghufran (2007), suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan air tawar dibatasi oleh
suhu di perairan tersebut. Secara umum laju pertumbuhan meningkat seiring
dengan kenaikan suhu, karena dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan
menyebabkan kematian bila peningkatan suhunya sampai ekstrim (drastis).Suhu air
dapat mempengaruhi biota air secara langsung maupun tidak langsung, yaitu
melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.Semakin tinggi suhu
air maka semakin rendah daya larut oksigen didalam air, begitupun sebaliknya.
Pada suhu 36o C dan salinitas 36 ppt nilai kelarutan oksigen dalam
air sebesar 5,53 ppm, sedangkan pada
suhu 30o C dan 25o C serta salinitas yang sama kelarutan
tersebut berturut – turut adalah setinggi 6,14 ppm dan 6,71 ppm (Boyd, 1981.
Dan saenong, 1992. Dalam Ghufran, 2007)
Menurut
Gusrina (2008), Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh usim,
lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu
hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi
serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2,
N2, CH4 dan sebagainya.
Menurut Andrianto, 2005. Salinitas merupakan salah satu
parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan
mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju
pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya
kelangsungan hidup.
2.2 Salinitas
Salinitas
adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan. Pengertian
salinitas yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar garam yang terdapat
pada suatu perairan. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per
kilogram (ppt) atau promil (o/oo) dan salinitas dapat
diukur dengan menggunakan Refraktometer atau salinometer. Nilai salinitas untuk
perairan tawar biasanya berkisar antara 0–5 ppt, perairan payau biasanya
berkisar antara 6–29 ppt dan perairan
laut berkisar antara 30–35 ppt.
Menurut Andrianto, 2005. Salinitas
merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan
secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu
mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi
makanan, dan daya kelangsungan hidup.
Menurut
Gusrina, 2008. Salinitas merupakan gambaran tentang padatan total didalam air
setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida
digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Pengertian
salinitas yang lainnya adalah jumlah segala macam garam yang terdapat dalam
1000 gr air contoh.Garam-garam yang ada di air payau atau air laut pada umumnya
adalah Na, Cl, NaCl, MgSO4 yang menyebabkan rasa pahit pada air laut, KNO3 dan
lain-lain.
Menurut A.
Adriyana, 2010. Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000
gram air, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida,
semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik
mengalami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942).
Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan
organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan
erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.
Menurut
Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas ditentukan berdasarkan
banyaknya garam-garam yang larut dalam air.Parameter kimia tersebut dipengaruhi
oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu
daerah.Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu,
dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil
(Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar
(Euryhaline).
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum fisiologi hewan air dilaksanakan pada19
dan 26 november2012
Di Laboratorium Departemen Perikanan Vedca Cianjur.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a)Praktikum salinitas
§ Toples
§ Gelas ukur
§ Baskom
§ Timbangan digital
§ Aerasi
b) Praktikum suhu
§ Toples
§ Baskom
§ Gelas ukur
§ Termometer
§ Kompor
§ Panci
§ Aerasi
§ Ember
3.2.2
Bahan
a)
Praktikum salinitas
§ Air
§ Garam
§ Tissue
§ 5 ekor Ikan lele dan5 ekor Ikan Nila
b)Praktikum suhu
§ Air
§ 5 ekor Ikan Lele
§ 5 ekor Ikan Nila
§ Tissue
§ Es batu
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Perlakuan
Ikan Terhadap Salinitas (5 ppt)
·
Bersihkan
toples menggunakan spons.
·
Isitoples
dengan air (volume air 10 litter).
·
Beri
aerasi pada toples perlakuan.
·
Timbang
garam sebanyak 50 gram untuk 10 liter air (5 ppt)
·
Masukan
garam kedalam toples, aduk hingga garam larut dalam air.
·
Masukan
2 jenis ikan uji coba dengan jumlah masing-masing 5 ekor. Yang lebih dahulu ditimbang
bobot awal ikan uji coba menggunakan timbangan digital.
·
Amatilah
tingkah laku ikan uji coba selama praktikum berlangsung dan catat hasil pengamatan.
·
Setelah
praktikum selesai, timbang bobot akhir ikan uji coba.
3.3.2
Perlakuan IkanTerhadap Salinitas
(Gradual).
·
Bersihkan
toples menggunakan spons.
·
Isi
toples dengan air (volume air 10 litter).
·
Beri
aerasi pada toples perlakuan.
·
Timbang
garam secukupnya (50 gr untuk menaikan 5 ppt)
·
Masukkan
garam kedalam toples, aduk hingga larut dalam air.
·
Masukkan
2 jenis ikan uji coba masing-masing 5 ekor, yang sudah di timbang terlebih
dahulu dengan menggunakan timbangan digital.
·
Amatilah
tingkah laku ikan uji coba selama praktikum berlangsung dan cata hasil
pengamatan.
·
Setelah
praktikum selesai, timbang bobot akhir ikan uji coba.
3.3.3Perlakuan
Ikan Terhadap Suhu (Gradual panas)
·
Masak
air hingga mendidih.
·
Sebelum
air mendidih bersihkan toples dengan menggunakan spons.
·
Isi
toplesdengan air (dengan volume air 10 litter)
·
Beri
aerasi pada tiap-tiap toples.
·
Masukan
2 jenis ikan uji coba dengan jumlah ikan masing –masing 5 ekoryang lebih dahulu
ditimbang bobot awal
ikan uji coba menggunakan timbangan digital.
·
Masukan
air panas kedalam toples secara perlahan (setiap 10 menit suhu dinaikan 3 derajat
Celcius hingga suhu mencapai 40 derajat Celcius).
·
Ukur
dengan thermometer.
·
Amati
tingkah laku ikan sampel setiap 10 menit dan catat perubahan yang terjadi serta
catat hasil pengamatan.
·
Setelah
selesai timbang bobot akhir ikan uji
coba.
3.3.4
Perlakuan Ikan Terhadap suhu konstan (5 derajat Celcius).
·
Bersihkan
toples dengan menggunakan spons.
·
Isi
toples dengan air (dengan volume air 10 litter)
·
Beri
aerasi pada toples.
·
Masukan 2 jenis ikan uji coba masing –masing 5
ekor yang lebih dahulu
ditimbang bobot awal
ikan uji coba menggunakan timbangan digital.
·
Masukan
es batu kedalam toples secara perlahan hingga suhu air mencapai 5 derajat
Celcius.
·
Ukur
menggunakan thermometer.
·
Amati
tingkah laku ikan uji coba selama praktikum berlangsung dan catat hasil
pengamatan setiap 10 menit sekali.
·
Setelah
praktikum selesai timbang bobot akhir ikan uji coba.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL PERCOBAAN
Pengamatan
praktikum fisiologi hewan air mengenai respon adaptasi ikan terhadap salinitas
dan suhu dilihat dari:
a)
Gerakan
tubuh
b)
Kesimbangan
tubuh
c)
Bukaan
mulut
d)
Gerakan
opercullum
4.1.1
SUHU
4.1,1.1
Perubahan Bobot Ikan Terhadap suhu.
Tabel
1.Perubahan bobot ikan pada suhu konstan 5 derajat Celcius.
Nama
Ikan
|
Bobot
awal (gr)
|
Bobot
akhir (gr)
|
∆
Bobot (gr)
|
Ikan Lele
|
98gr
|
75,5
|
22,5gr
|
Ikan Nila
|
183
gr
|
144
gr
|
39gr
|
Tabel 2.Perubahan bobot ikan
terhadap perubahan suhu secara gradual.
Nama
Ikan
|
Bobot
awal (gr)
|
Bobot
akhir (gr)
|
∆
Bobot (gr)
|
Ikan Lele
|
98gr
|
50gr
|
48 gr
|
Ikan Nila
|
183
gr
|
47,5
gr
|
135,5gr
|
4.1.1.2
TingkahLaku Ikan Terhadap Suhu.
Tabel
3. Tingkah laku ikan terhadap variable Suhu Gradual Panas
Waktu
|
Tingkah Laku
|
|
Ikan Nila
|
Ikan Lele
|
|
10
|
Stabil
|
Stabil
|
20
|
Stabil
|
Agresif
|
30
|
Agresif, menabrak dinding wadah, kotoran meningkat.
|
Gerakan lambat, sesekali naik ke permukaan
|
40
|
Berada di
dasar wadah, kotoran semakin meningkat.
|
Kotoran
meningkat, lebih lama berada di permukaan
|
50
|
Naik ke permukaan, berkumpul di aerasi
|
3 ekor pingsan
|
Tabel
4.Tingkah laku ikan terhadap variable suhu konstan 5 derajat Celcius
Waktu
|
Tingkah Laku
|
|
Ikan Nila
|
Ikan Lele
|
|
10
|
Agresif,
melompat-lompat dan menabrak dinding
|
Agresif,
melompat-lompat dan menabrak dinding
|
20
|
Pingsan
di dasar wadah
|
Pingsan di dasar wadah
|
30
|
Mati
|
Mati
|
4.1.1.3
Jumlah ikan yang hidup pada setiap perlakuan
Tabel
5. Jumlah ikan hidup pada perlakuan Gradual Panas
Waktu (menit)
|
Jumlah Ikan Hidup
|
|
Ikan Nila
|
Ikan Lele
|
|
10
|
Hidup semua (5 ekor)
|
Hidup semua (5 ekor)
|
20
|
Hidup semua (5 ekor)
|
Hidup semua (5 ekor)
|
30
|
Hidup semua (5 ekor)
|
Hidup semua (5 ekor)
|
40
|
Hidup semua (5 ekor)
|
Hidup semua (5 ekor)
|
50
|
Hidup semua (5 ekor)
|
3 ekor mati, 2 ekor hidup
|
Tabel
6. Jumlah ikan hidup pada perlakuan konstan 5 derajat Celcius
Waktu (menit)
|
Jumlah Ikan Hidup
|
|
Ikan Nila
|
Ikan Lele
|
|
10
|
Pingsan (5 ekor)
|
Pingsan (5 ekor)
|
20
|
Pingsan (5 ekor)
|
1 ekor mati, 4 ekor pingsan
|
30
|
Semua mati (5 ekor)
|
Semua mati (5 ekor)
|
4.1.2
SALINITAS
4.1.2.1 Perubahan
Bobot Ikan Terhadap Salinitas
Tabel 7. Perubahan
bobot ikan terhadap salinitas
NO
|
SALINITAS
|
JENIS IKAN
|
BOBOT AWAL
|
AKHIR BOBOT
|
SELISIH BOBOT
|
1
|
5
ppt
|
Nila
Lele
|
68,88
gr
27,10
gr
|
65,53
gr
26,58
gr
|
3,35
gr
0,52
gr
|
2
|
Gradual
|
Nila
Lele
|
62,40
gr
25,64
gr
|
56,84
gr
25,60
gr
|
5,56
gr
0,4
gr
|
4.1.2.2
Tingkah Laku Ikan Terhadap Salinitas
Tabel 8. Tingkah laku
ikan terhadap variable salinitas 5 ppt
WAKTU
(MENIT)
|
HASIL PENGAMATAN
|
|
IKAN NILA
|
IKAN LELE
|
|
1
|
Ikan nila berenang didasar wadah mulai menit
petama sampai menit ke 11 berenang dengan normal
|
Menit
pertama ikan lele melompat dan menabrak dinding
|
2
|
|
Gerakan lincah
dan agresif hingga melompat kepermukaan air
|
3
|
|
Lele
melompat keluar
|
5
|
|
Lele
berenang –renang kepermukaan air
|
7
|
|
Ikan
lele melompat keluar dari wadah
pengamatan
|
6
|
|
Lele
berenang –renang kepermukaan air
|
7
|
|
Ikan
lele melompat keluar dari wadah
pengamatan
|
9
|
|
Lele
berenang –renang kepermukaan air menabrak dinding
|
12
|
Ikan
nila mulai muncul kepermukaan air
|
Ikan
lele berenang –renang kepermukaan air menabrak dinding
|
14
|
|
Ikan
lele melompat keluar wadah
|
16
|
Ikan
nila mulai bereng-renang kepermukaan
|
Mengitari
dinding wadah
|
18
|
Ikan
nila banyak yang naik ke atas dan mendekati aerasi
|
Ikan
lele bereng –renang didekat aerasi
|
22
|
Ikan
cendrung mendekati aerasi
|
Ikan
nila brenang dan melompat
|
24
|
Ikan
nila mulai muncul kepermukaan air
|
Lele
berenang menabrak dinding
|
26
|
Ikan
nila mulai muncul ke permukaan dan kemudian kembali kedasar wadah
|
Ikan
lele melompat-lompat dan mendekat aerasi
|
28
|
Ikan
nila berenang kepermukaan
|
Ikan
lele kepermukaan dan kedasar wadah
|
30
|
Ikan
nila megap-megap ke permukaan
|
Ikan
lele melompat-lompat kepermukaan air
|
32
|
Ikan
nila megap-megap dan kembali ke permukaan
|
Ikan
lele merenang-renang kepermukaan air
|
33
|
Ikan
nila megap-megap ke permukaan dan kemudian mendekati aerasi
|
Ikan
lele melompat-lompat kepermukaan air
|
37
|
Ikan
nilan menukik kebawah menabrak dasar tobles
|
Ikan
lele mendekati aerasi
|
42
|
Ikan
nila berenang naik turun
|
Lele
berenang –renang menabrak dinding
|
45
|
Ikan
nilan menukik kebawah dasar tobles
|
Ikan
lele bergerombol mendekatiaerasi
|
48
|
Ikan
bernang megap-megap dan menabrak dinding wadah
|
Ikan
lele naik turun dan mendekati aerasi
|
54
|
Feses
ikan terlihat panjang
|
Fases
ikan terlihat panjang
|
Tabel 9. Tingkah laku
ikan terhadap variable salinitas Gradual
WAKTU
(MENIT)
|
TINGKAH
LAKU IKAN
|
|
IKAN
NILA
|
IKAN
LELE
|
|
10 (5ppt)
|
v Menit ke 5ikan nila
berenang didasar wadah
|
v Menit ke 3 melompat
dinding wadah dan lompat jatuh keluar
v Menit ke 9
lompat keluar kembali
|
20 (10ppt)
|
v Menit ke-14 ikan
nila mulai muncul kepermukaan air
|
v Menit ke 12 lele
menjadi lebih agresif
v Menit ke ikan muncul
kepermukaan air
v Menit ke 14lele
melompat keluar wadah
v Menit ke 20 ikan
melompat keluar wadah
|
30 (15ppt)
|
v Menit ke 22sirip
dada berwarna kemerahan
v Menit ke 25 ikan
nila gerakan lebih agresif dan berkumpul /berenang mendekat aerasi
|
v Menit ke 21 ikan
berenang –renang menghadap kepermukaan air(berdiri)tubuh sudah memulai lemah
dan gerakan tdak agresif lagi
v Menit ke 25 ikan
melompat keluar wadah
v Menit ke 26 ikan
masih ada yang melompat keluar wadah
v Menit ke 29 ikan pingsan
1 ekor
|
40 (20ppt)
|
v Menit ke 31ikan
berenang ditengah –tengah permukaan air
v Menit ke 36 ikan
nila yang berenang di dasar wadah
v Menit ke ikan
berenang dipermukaan ,dan kotoran semakin banyak
|
v Menit ke-31 ikan melompat keluar wadah dan
brenang-renang kepermukaan air
v Menit ke 32 ikan
pingsan 1 ekor lagi
v Menit ke 33 kulit
lele agak kemerah-merahan
v Menit ke 35 ikan
sudah mulai keluar kotoran
v Menit ke 38 bagian
kepala ikan kepala sudah berwarna agak putih
|
50 (25ppt)
|
v Menit ke 42 ikan
berenang ditengah –tengah wadah perairan
v Menit ke 48 nila bereng keatas permukaan air
,kotoran semakin banyak
|
v Menit ke 42 lele
melompat –lompat
Kepermukaan air feses sudah
mulai meningkat
v Menit ke 49 ikan
berenang terbalik ,mulut
kemerah-merahan dan berenang bergerombol
3 ekor pingsan 2 ekor mati
|
4.1.2.3
Jumlah Ikan yang Hidup Pada Setiap Perlakuan
Tabel
10. Jumlah ikan yang hidup pada salinitas gradual
WAKTU
(MENIT)
|
IKAN YANG HIDUP
|
|
NILA
|
LELE
|
|
10
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
20
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
30
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
40
|
5
Ekor
|
3
Ekor ,2 ekor pingsan
|
50
|
5
Ekor
|
3
Ekor
|
Tabel
11. Jumlah ikan yang hidup pada salinitas konstan 5 ppt
WAKTU
(MENIT)
|
IKAN YANG HIDUP
|
|
NILA
|
LELE
|
|
10
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
20
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
30
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
40
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
50
|
5
Ekor
|
5
Ekor
|
Hasil pengujian respon ikan lele dan ikan nila terhadap
suhu 5°c yaitu suhu sama dimana ikan nila lebih tahan dan cepat berdaptasi pada
yang tinggi. Perubahan suhu dapat berpengaruh dan mengakibatkan perubahan. Hal
ini menunjukan bahwa ikan nila mampu hidu pada perubahan parameter yang luas.
Menurut Suyanto dan Mujiman, 1994 .suhu meningkat, kadar oksigen menurun,
sehingga ikan lele lebih tidak tahan
respon terhadap perubahan lingkungan.
4.1.3
RUMUS
Dari table
diatas dapat diperhitungan tingkat kematian (mortalitas) dan tingkat
kelangsungan hidup ikan (survival rate) diperoleh dengan rumus sebagai berikut
:
M = (No-Nt)/No x 100%
SR = (Nt/No) x 100%
Keterangan :
M = Mortalitas
M = Mortalitas
SR = Survival
Rate
No = Jumlah
Awal
Nt = Jumlah Akhir
4.1.3.1 Suhu
Perlakuan
konstan 5 derajat Celcius
Ikan
Nila :Mr = 0 – 5 x 100% =
5 x 100 = 100%
5 5
SR = 0
x 100 % =0%
5
Ikan
Lele :Mr = 0 – 5 x 100% =
5 x 100 = 100%
5
5
SR = 0
x 100 % = 0%
5
Perlakuan
gradual Panas
Ikan Nila
:Mr= 5 – 5 x 100% =
0 x 100 = 0%
5 5
SR =5 x 100 %
= 100%
5
Ikan
Lele : Mr = 5 – 2 x 100% =
3 x 100 = 60%
5 5
SR =2
x 100 % = 40%
5
4.1.3.2 Salinitas
Perlakuan konstan 5 ppt
Ikan Nila : Mr = 5 – 5 x 100% =
0 x 100 = 0%
5 5
SR =5
x 100 % = 100%
5
Ikan Lele :Mr = 5 – 5 x 100% =
0 x 100 = 0%
5 5
SR =5
x 100 % = 100%
5
Perlakuan Gradual
Ikan Nila : Mr = 5 – 5 x 100% =
0 x 100 = 0%
5 5
SR =5
x 100 % = 100%
5
Ikan Lele : Mr = 5 – 3 x 100% =
2 x 100 = 40%
5 5
SR =3
x 100 % = 60%
5
Dari pengujian respon ikan lele dan ikan nila terhadap
salinitas 5ppt dan suhu 5°c yaitu baik salinitas maupun suhu sama dimana ikan nila lebih tahan
dan cepat berdaptasi pada salinitas dan suhu yang tinggi. Perubahan suhu dan
salinitas dapat berpengaruh dan mengakibatkan perubahan.Hal ini
menunjukan bahwa ikan nila mampu hidup pada perubahan parameter yang luas.
Dari data diatas menunjukkan bahwapenggunaan
aerasi pada saat uji cobasangatlah dibutuhkan bagi ikan untuk menyuplai
oksigen yang salinitas tinggi. Karena
pada salinitas tinggi sudah diketahui
bahwa kandungan oksigen rendah, maka ikan lele sering berkumpul didaerah
aerasi begitupun sebaliknya, pada salinitas yang rendah ikan menjauh dari
sumber aerasi. ikan menunjukan tingkah lakunya yang diam, ini berarti ikan nila
masih mampu melakukan toleransi terhadap salinitas tersebut. Hal ini sesuai
dengan tanggapan Menurut Andrianto (2005). Ikan nila tergolong ikan yang dapat
bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. pada percobaan ini,
ikan nila mulai menunjukan perubahan pada menit ke 20, dimana ikan mulai pasif
bergereak dan diam didasar kolam hingga menit ke 50. Pada salinitas 5 ppt ikan lele mati 2ekor, sedangkan ikan nila
tidak ada satupun yang mati.Hal ini menunjukan bahwa ikan nila lebih mampu
beradaptasi pada salinitas tinggi dibandingkan ikan lele.Sehingga wajar saja
jika ikan nila dapat tergolong kedalam ikan air tawar, payau, bahkan air laut.
4.2
PEMBAHASAN
4.2.1
SUHU
Di alam
naik turunnya suhu air sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
ikan.perubahan suhu air yang terlalu ekstrim akan berdapat buruk terhadap ikan
yang dipelihara. Akibatnya ikan menjadi stres, dan apabila ikan sudah stress
maka ikan tersebut akan rentan terhadap penyakit dan mati. Suhu akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan bila suhu terlalu rendah maka
pertumbuhan ikan yang dipelihara akan lambat tumbuh, karena bila suhu rendah
maka proses metabolisme ikan akan menjadi lambat dan nafsu ikan akan menurun.
Namun jika suhu terlalu tinggi juga tidak baik untuk pertumbuhan ikan sebab
jika suhu tinggi maka tingkat metabolisme tinggi, jika metabolisme tinggi maka
kadar oksigen terlarut menjadi turun sehinga ikan kesulitan untuk bernafas, dan
yang lebih buruk lagi kadar amoniak dalam air menjadi naik dan akhirnya ikan
menadi keracunan oleh fesesnya sendiri.suhu harus tepat yaitu kisaran optimum
25 - 30 derajat celcius.
Dari data
diatas dapat dilihat bahwapada suhu 5 derajat Celcius tidak ada satu ikan pun
hidup pada setiap spesies, baik ikan lele maupun ikan nila. Ikan hanya mampu
bertahan dibawah 10 menit saja,ini karenakan pada suhu dingin ikan cenderung
berdiam diri karena ikan merupakan hewan berdarah dingin sehingga pada saat
ikan dimasukkan kedalam suhu 5 derajat Celcius ikan stress, stress ini dapat
dilihat dari tingkah laku ikan yang melompat-lompat dan menabrak dinding wadah
percobaan. Namun setelah beberapa saat ikan cenderung diam, lalu tanpa sadar
pingsan dan pada akhirnya mati.Kematian ini terjadi karena suhu yang begitu dingin
mnyebabkan sel-sel saraf pada ikan menjadi perlahan-lahan terbius (enggan
berfungsi), hingga akhirnya ikan benar-benar mati. Sehingga dapat kita lihat
sendiri dari 10 ekor ikan yang masinhg-masing terdiri dari ikan nila dan ikan
lele tidak ada satu ekor pun yang mampu hidup pada suhu 5 derajat Celcius, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pada suhu 5 derajat Ccelcius termasuk kedalam
Zona Lethal yang artinya lingkungan perairan yang dapat membunuh.
Sedangkan
pada suhu gradual 30 – 42 derajat Celcius, ikan nila lebih dapat dapat bertahan
dibandingkan ikan lele, ikan nila lebih memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dibandingkan ikan lele
namun demikian bukan berarti ikan nila dapat tumbuh baik pada suhu tersebut,
karena tentu semakin tinggi suhu maka makin tinnggi pula tingkat metabolismenya
sehingga dapat meningkatkan kadar amoniak didalam kolam, ini dapat dilihat dari
banyaknya feses yang dihasilkan oleh ikan nila tersebut sesuai dengan data
diatas. Sedangkan ikan lele hanya mampu bertahan sampai suhu sekitar 35 derajat
Celcius, setelah suhu dinaikkan 3 derajat Celcius ikan lele mulai menunjukkan
tanda stressnya dan tidak lama kemudian ikan lele pingsan dan akhinya mati.
Stress ikan dapat dilihat dari tingkah lakunya yang lebih agresif, fesesnya
yang panjang-panjang, warna tubuh yang memerah, melompat-lompat, menabrak
dinding dan cenderung lebih sering mendekati aerasi.Sampai akhir praktikum
selesai ikan lele yang hidup hnya 2 ekor saja berbeda dengan ikan nila yang
masih utuh hidup semuanya. Walaupun hidup semua ikan nila juga terlihat stress,
karna ikan nila juga berprilaku seperti ikan lele, hanya saja ikan nila tidak
sampai mati. Suhu yang memberi dampak stres pada lele mulai terjadi pada suhu
air >35 derjat Celcius.Pada suhu ini ikan mulai kehilangan keseimbangannya(oleng
sana-oleng sini) dan akhinya ikan lele hanya berenang berdiri menghadap ke
permukaan wadah percobaan.
4.2.2
SALINITAS
Berdasarkanhasil yangdiperoleh
selama praktikumtentang pengaruh salinitas terhadap
organisme akuatik disini didilakukan dengan menggunakan ikan nila dan ikan lele. Wadah yang digunakan dalam
praktikum ini adalah toples yang diisi 10 liter lalu di masukkan ikan nila dan
ikan lele yang masing-masing 5 ekor, lalu di tambahkan garam sanyak 50 gram
setiap salinitas dinaikkan 5 ppt. Pengamatan dilakukan dengan melihat tingkah laku ikan selama
praktikum berlangsung.Salinitas yang digunakan pada saat praktikum adalah mulai 5-20 ppt.Dengan
salinitas seperti ini tentu ikan nila lebih dapat karna seperti yang kita
ketahui ikan nila dapat bertahan pada salinitas yang tinggi, karena ikan nil
merupakan ikan yang dapat hidup pada kisaran suhu yang panjang
(eurihalin).Sedangkan ikan lele hanya mampu hidup pada kisaran salinitas
rendah, maka ikan lele cenderung lebih agresif di.bandingkan dengan ikan
nila.Keagresifan ini dapat dilihat dari tingkah lakunya yang melompat-lompat
menabrak dinding, dan terkadang mendekati aerasi. Karna ikan lele tidak
memiliki sisik maka ikan lele lebih mudah stress terhadap pengaruh salinitas,
ini ditandai dengan berubahnya warna tubuh ikan lele menjadi kemerah-merahan.
Selama praktikum berlangsung, penggunaan aerasi
sangat dibutuhkan untuk menyuplai kandungan oksigen. Karena pada salinitas tinggi
telah diketahui bahwa kandungan oksigen rendah. Kandungan kadar garam dalam
suatu media berhubungan erat dengan sistem (mekanisme) osmoregulasi pada
organisme air tawar. Affandi (2001) berpendapat bahwa organisme akuatik mempunnyai
tekananosmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu ikan
harus mencegah kelebihan airatau kekurangan air agar proses fisiologis di dalam
tubuhnya berlangsung normal.Dalam pengaturan tekanan osmotik pada setiap ikan,
termasuk ikan lele melibatkan peran beberapa organ. Hal ini sesuai dengan pendapat
Affandi (2001) bahwa organ osmoregulasi pada ikan meliputi ginjal, insang,
kulit dan saluran pencernaan. Berdasarkan pendapat Affandi (2001) bahwa insang
ikan merupakan organ penting yang mampu dilewati air maupun mineral, pemeabilitas
insang yang tinggi terhadap ion-ion dapat menyebabkan insang pasif bergerak.
Untuk organ dalam yang berhubungan dengan organ osmoregulasi tidak dapat
diketahui secara pasti pengaruhnya terhadap kadar salinitas karena hanya
dilakukan pengamatan tingkah laku ikan saja. Pengaruh organ-organ tersebut
hanya dapat diketahui berdasarkan literatur yang ada.
Pada
salinitas konstan 5 ppt baik ikan nila maupun ikan lele masih dapat bertahan
hidup, walau sesekali ikan lele melompat keluar wadah percobaan.Ini dibuktikan
dengan tidak ada satu ekor pun ikan yang mati. Namun pada salinitas yang lebih
tinngi hanya ikan nila lah yang mampu bertahan karena ikan nila dapat bertahan
pada kisaran salinitas yang tinggi.namun bukan berarti ikan nila tidak
menunjukkan tingkah stress, ikan nila cenderung mendekati aerasi, ini di
karenakan kadar garam yang tinggi menyebabkan oksigen terlarut dalam air
menjadi rendah.dampak stress yang terlalu lebih terlihat dari ikan lele. Ikan
lele lebih agresif bergerak dan sering melompat-lompat menabrak dinding wadah
percobaan, bahkan sempat beberapa kali ikan lele melompat keluar dari media
percobaan. Ikan lele hanya mampu bertahan pada salinitas <15 ppt, setelah
salinitas melebihi dari kisaran tersebut lele terlihat lemah, berengan berdiri
dan akhinya pingsan, hingga sampai praktikum ikan lele yang masih hidup hnya 3
ekor saja, sedangkan pada ikan nila masih dapat bertahan hidup seluruhnya.
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Dari
hasil uji diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu yang teralu dapat
menyebabkan ikan stress bahkan terbunuh. Dan jika dibandingkan ikan nila lebih
unggul dibandingkan dengan ikan lele, ikn nila lebih kuat terhadap perubhan
baik suhu maupun salinitas.Sehingga wajar saja jika ikan nila dapat hidup pada
air payau maupun air laut.Berbeda dengan ikan lele yang tidak mampu hidup pada
suhu dan salinitas yang tinggi, sesuai dengan habitat aslinya yaitu pada
lingkungan yang berlumpur yang cenderung lebih sejuk.
Suhu
dan salinitas merupakan salah satu faktor yang perlu didalam kegiatan budidaya,
sebab suhu dan salinitas ini berhubungan langsung dengan linkungan budidaya. Jika lingkungannya baik
maka pertumbuhan ikan akan baik pula, juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Gusrina. 2008.
Budidaya Ikan untuk SMK.Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
http://aryansfirdaus.wordpress.com/2010/10/25/pengaruh-suhu-dan-salinitas-terhadap-keberadaan-ikan/gkan ikan nila, ikan
mas lebih rentan dan sulit untuk beradaptasi.
Affandi. 2001. Fisiologi
Hewan Air. Unri, Press : Riau
Gufhran dkk. 2007.
Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta
http://zonaikan.wordpress.com/2010/06/26/faktor-yang-mempengaruhi-suhu-air/s
http://rekamunandar.wordpress.com/2012/06/25/67/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar