Dhariyan
Laporan
Praktikum Fisiologi Hewan Air
RESPIRASI
HENDRA
Abstract
Respiration or
breathing is gas exchange of O2 and CO2 in the
respiratory organs of living beings. Source O2 in the water can
come from air and photosynthesis of phytoplankton. Aerobic respiration is a
breathing process that requires oxygen from the air, while anaaerob Respiration
is the process of respiration that does not require oxygen. Factors that affect
the respiratory process, there are two internal and external factors. Although
some fish species can survive in waters with oxygen concentrations of 3 ppm,
but the minimum acceptable concentration of most cultured aquatic species to
survive is 5 ppm. In observation of respiration tilapia with some therapies
such as, fish nila at entry into the jar filled with water ¾, with a
temperature of 360C, then opened his mouth was monitored every 3
minutes 5 times. And in the achievement of results in the observation that the
respiration occurs in tilapia (Oreochromis niloticus), that is carried out by
Group 5 with the temperature at 360C not seen the data after every 3
minutes for 5 hours of opening of the mouth it increased rapidly, but the fish
do not die after the practice of composition dead fish. While the consumption
of oxygen from the observations of DOo = 3.2 mg / ℓ; point = 2,3 mg / ℓ, 3.4 x
10-4 mg/ ℓ oxygen consumption. The greater the temperature
lower is the amount of oxygen in the water.
Keywords: Respiration, Nila Fish
(Oreochromis niloticus), DO
Abstrak
Respirasi atau
pernafasan adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di
dalam organ pernafasan makhluk hidup. Sumber O2 dalam perairan
dapat berasal dari udara dan fotosintesis fitoplankton. Respirasi aerob ialah
suatu proses pernafasan yang membutuhkan oksigen dari udara,
sedangkan Respirasianaaerob ialah suatu proses pernafasan
yang tidak membutuhkan oksigen. Faktor yang mempengaruhi proses
respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Meskipun beberapa
jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm,
namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian besar spesies
biota air budidaya untuk hidup adalah 5 ppm. Pada pengamatan tentang
respirasi ikan nila dilakukan dengan beberapa perlakuan diantaranya
adalah, ikan nila dimasukkan ke dalam toples yang sudah diisi air ¾
bagian, dengan suhu 360C . Kemudian diamati bukaan
mulut setiap 3 menit sebanyak 5 kali. Dan didapatkan hasil mengenai
pengamatan respirasi yang terjadi pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
yang dilakukan oleh kelompok 5 dengan suhu 360C didapatkan
data setelah diamati setiap 3 menit selama 5 kali yaitu bukaan
mulut bertambah cepat tapi ikan tidak mati setelah praktikum berakhir
ikan mati. Sedangkan konsumsi oksigen dari pengamatan yaitu DOo = 3,2 mg/ℓ ;
DOt = 2,3 mg/ℓ ,konsumsi oksigen
sebesar 3,4 x 10-4 mg/ℓ. Semakin tinggi
temperatur maka semakin rendah jumlah oksigen yang terbuat dalam air.
Kata kunci : Respirasi, Ikan nila
(Oreochromis niloticus), DO
1. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Respirasi
Proses
peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan
alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan (respirasi).
Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen merupakan bahan
pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi
ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui
oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).
Pertukaran gas
oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut pernafasan atau
respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada
dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen
dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya
interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar
tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam sistem pernafasan
dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan bagi keperluan seluruh
sel tubuhnya (Rida, 2008).
1.2 Jenis-Jenis Respirasi
Respirasi
aerob. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan lingkungannya
dikenal sebagai respirasi aerob. Respirasi anaerob. Karbondioksida yang
diberikan dari organisme tertentu tidak ada oksigen yang diambil. Kebutuhan
oksigen diperoleh dari susunan karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Inilah yang
disebut dengan respirasi anaerob (Weichert, 1959).
Menurut Imam
Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan
persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob.
Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan O2,
sebaliknya respirasi anaerob merupakan respirasi yang berlangsung tanpa
membutuhkan O2. Perbedaan antara keduanya akan terlihat pada proses
tahapan reaksi dalam respirasi. Proses transpor gas-gas secara keseluruhan
berlangsung secara difusi.
1.3 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Respirasi
Menurut Affandi
(2002) dalam Anwar et.al, (2009), faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor
luar dan dalam. Faktor luar dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dan suhu.
Peningkatan suhu pada batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan laju
metabolisme. Sedangkan faktor dari dalam adalah yang berkaitan langsung dengan
ikan itu sendiri, seperti ukuran ikan, aktifitas, kondisi kesehatan ikan, dan
seks.
Menurut
Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada
ikan berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan
dari organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya
penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut
Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel
bahan organic terlarut yang ikut terhisap bersama air secara terus-menerus
dapat mengganggu proses respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut
dengan fraksi tertentu dari lender insang menyebabkan lender yang berfungsi
sebagai pelindung diproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir
yang menutupi lamella insang. Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya
proses respirasi pada ikan mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.
1.4 Sumber O2 dalam
Air
Menurut Effendi
(2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat
di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari tumbuhan air dan
fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara
langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena
agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air
terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena
itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.
Menurut Cole
(1983) dalam Sutimin (2011), salah satu sumber oksigen
terlarut yang penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut
dalam massa air pada permukaan air yang dihasilkan melalui proses difusi.
Sedangkan menurut Boyd et.al, (1991) dalam Sutimin
(2011), sebagian besar oksigen dalam ekosistem perairan berasal dari
fotosintesis oleh fitoplankton. Pada perairan dangkal, suplai oksigen
didominasi oleh tanaman tepi, makrofita, dan alga bentik.
Oksigen dalam
perairan juga berasal dari faktor biologis, diantaranya adalah aktifitas
klorofil pada tanaman dari perifiton di sungai mengalir. Alga planktonik di
dalam kolam atau danau, dan tanaman air berbunga. Di pesisir yang membentang di
perairan. Hal ini juga menyebabkan kelimpahan oksigen apabila tumbuhan air
berlimpah dari cahaya matahari (Arrignon, 1995).
1.5 DO (Oksigen Terlarut)
Dilihat dari
jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas
terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan
kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya
ikan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk
pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti
lele, gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena
mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).
Atmosfer bumi
mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah satu gas yang
terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi,
tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin
besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar
oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).
Kandungan
oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per million).
Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4 ppm,
terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang
memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele (Clarias sp.),
sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channastriata), foman (Channa
micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma
femminoki), dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).
1.6 Mekanisme Masuknya O2 di
Perairan
Difusi oksigen
dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam
(stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air
akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun pada hakikatnya difusi
oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi
pergolakan massa air oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah
fotosintesis ( Effendi, 2003 ).
Menurut Salmin
(2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor,
seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara seperti
arus, gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Salmin
(2005), menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan
semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada
lapisan permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi antara
air dan udara.
1.7 Konsumsi O2 dalam
Perairan
Peningkatan
suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10% dekomposisi bahan
organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut
hingga mencapai O2 (anaerob) . Hubungan antara kadar
oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu
kelarutan oksigen semakin berkurang . Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga
berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003). Menurut Lazzati
(2011), konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting
dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan oleh
keseimbangan antara produksi dam konsumsi olsigen dalam ekosistem . Oksigen
diproduksi oleh komunitas autotrof melalui pernafasan. Di samping itu, oksigen
juga diperlukan untuk perombakan bahan organik dalam ekosistem.
Menurut Salmin
(2005), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan pembiakan, di samping itu oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik.
1.8 Fase-Fase Respirasi
Dalam
vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan lingkungan,
Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan jaringan atau
sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler insang
tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen masuk
ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ
pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan
dari organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di lakukan
oleh sistem sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari
cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam
jaringan disebut respirasi internal.
1.9 Hubungan Suhu dengan
Respirasi
Peningkatan
suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi dan
volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam
air, misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya
(Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu peningkatan
suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan
selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu
perairan sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu
ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan
oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme
akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
Menurut Giese (1968), tingkat pernafasan dan suspensi sel meningkatnya suhu
dalam batas-batas zona biokinetik suhu bkoefisien (Q10). Respirasi
umumnya ditemukan dalam kisaran 2 sampai 4 dan menunjukan suhu 100C.
Peningkatan suhu meningkatkan laju reaksi dua kali lipat sampai empat kali
lipat suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal di zona biokinetik menyebabkan
respirasi ikan .
1.10 Perbedaan Organ
Respirasi Ikan Domersal dan Ikan Pelagis
Beberapa ikan
laut (pelagis) membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan majunya
untuk mengalirkan air melalui insang. Proses ini disebut ventilasi dorong ,
jika gerakan makeret melebihi 6,4 meter/detik maka gerakan memompa operculum
menjadi lambat dan kalau melebihi 0,6 meter/detik gerakan ini berhenti dan ikan
tergantung pada ventitasi dorong (Villee et al, 1984).
Ikan dasar dari atlantik toadfish (osamus) memiliki permukaan insang sekitar 2
cm2/g dari berat badan. Lain lagi nilainya sekitar 4 cm2 /g
pada makarel memiliki luas permukaan insang sampai 10 cm2/g. Tapi
luas permukaan insang ini tergantung tingkat aktifitas dan rata-rata konsumsi
oksigen. Pernapasan pada kulit terjadi melalui kapiler darah di bawah lapisan
kulit (Suryani, 2010).
2. METODOLOGI
2.2 Fungsi Alat dan Bahan
2.2.1 Fungsi Alat
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum Fisiologi Hewan Air
materi Respirasi adalah :
- Toples 2 liter
: sebagai wadah air dan ikan.
- Nampan
: sebagai tempat untuk alas pertimbangan dan tempat alat.
- Lap basah
: untuk mencegah agar ikan nila (Oreochromis niloticus )
tetap hidup dan tidak stress.
- Termometer
: untuk mengukur suhu air pada toples.
- Heater akuarium
: untuk menstabilkan suhu pada toples.
- Hand tally
counter
: untuk menghitung bukaan mulut pada ikan.
- DO meter
: untuk mengukur oksigen terlarut (DO) air.
- Stopwatch
: untuk menghitung waktu pengamatan.
- Ember
: untuk tempat sementara ikan sebelum pengamatan.
- Selang aerator
: untuk suplai O2.
2.2.2 Fungsi Bahan
Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Air
materi Respirasi adalah :
- Ikan nila (Oreochromis
niloticus ) : sebagai objek yang akan diamati.
- Air tawar
: sebagai media air.
- Aquades
: sebagai bahan untuk mengkalibrasi
DO meter.
- Es batu
: sebagai bahan untuk menurunkan suhu air
3. DATA HASIL
PENGAMATAN
3.1
Tabel ∑ Respirasi
Kel
|
Ulangan
|
∑ R
|
Rata – rata
|
||||
31
|
33
|
33
|
34
|
35
|
|||
1
|
331
|
354
|
272
|
315
|
312
|
1584
|
316,8
|
2
|
124
|
543
|
359
|
342
|
330
|
1698
|
339,6
|
3
|
332
|
353
|
360
|
393
|
457
|
1895
|
379
|
4
|
331
|
324
|
322
|
339
|
457
|
1321
|
264,2
|
5
|
351
|
594
|
563
|
549
|
541
|
2598
|
519,6
|
6
|
357
|
340
|
336
|
328
|
327
|
1688
|
337,5
|
7
|
244
|
230
|
257
|
269
|
338
|
1338
|
334,5
|
8
|
313
|
325
|
354
|
322
|
328
|
1642
|
328,4
|
9
|
287
|
277
|
216
|
207
|
228
|
1215
|
243
|
10
|
276
|
280
|
305
|
475
|
513
|
1849
|
369,8
|
3.2
Tabel DO
Kelompok
|
DO0 (Mg/L)
|
DOt (Mg/L)
|
∑ R
|
|
1
|
3,1
|
2,2
|
1584
|
0,003
|
2
|
0,2
|
0,9
|
1698
|
0,0004
|
3
|
3,1
|
2,6
|
1895
|
2,6.10-4
|
4
|
3,4
|
2,6
|
1321
|
6.10-4
|
5
|
4,2
|
2,3
|
2598
|
3,4. 10-4
|
6
|
3,4
|
2,9
|
1688
|
2,9. 10-4
|
7
|
4,2
|
3,1
|
1338
|
8,2. 10-4
|
8
|
0,7
|
2,5
|
1642
|
1,09. 10-3
|
9
|
4,0
|
1,1
|
1215
|
0,002
|
10
|
2,7
|
2,2
|
1849
|
2. 10-3
|
Perhitungan DO:
Untuk menghitung DO air setiap 3 menit,
dihitung dengan menggunakan rumus :
Kelompok
1
·
Kelompok 2
·
Kelompok 3
·
Kelompok 4
·
kelompok 5
·
kelompok 6
·
kelompok 7
·
kelompok 8
·
Kelompok 9
·
kelompok 10
4. PEMBAHASAN
4.1 Analisa Prosedur
Dalam praktikum
fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah heater
aquarium, thermometer, handtally counter, toples 2 liter, DO meter, nampan, lap
basah, dan stopwatch. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis
niloticus), es batu, air tawar, dan aquades.
Langkah
selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah
dibawa dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan.
Kemudian toples diisi dengan air tawar sampai ¾ bagian, hal ini bertujuan agar
toples tidak mudah tumpah dan udara lebih banyak terdapat di bawah atau di
dasar. Lalu dimasukkan es batu atau dipanaskan, dan dimasukkan termometer.
Jangan sampai menyentuh tangan atau bagian toples, karena akan mempengaruhi
suhu pada termometer. Pada tiap kelompok diberi perlakuan berbeda, bertujuan
sebagai pembanding saat pengamatan. Pada kelompok 1 dan 6 = 20oC;
kelompok 2 dan 7 = 24oC; kelompok 3 dan 8 = 28oC;
kelompok 4 dan 9 = 32oC; dan kelompok 5 dan 10 = 36oC.
Apabila ingin menurunkan atau menaikkan suhu dapat menggunakan es batu dan
heater aquarium, yang keduanya bertujuan untuk menstabilkan suhu air pada
toples. Kemudian diukur DO (oksigen terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum
menggunakan DO meter, pertama dinyalakan tombol ON/OFF dan elektroda terlebih
dahulu dikalibrasi dengan aquades agar nilai yang didapat benar dan akurat.
Dimasukkan elektroda ke dalam toples dan ditunggu sampai nilai DO konstan
kemudian dicatat hasilnya.
Langkah
berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari
ember, diletakkan pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan
tidak stress saat pengamatan. Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali
dengan handtally counter, bertujuan agar mendapat hasil yang akurat. Lalu
diukur DOt sebagai ukuran akhir DO. Diamati dan dicatat
hasilnya dengan rumus:
4.2 Analisa
Hasil
Berdasarkan hasil
praktikum fisiologi hewan air pada pengamatan respirasi telah diperoleh bahwa
bukaan mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) pada kelompok 5 tidak
teratur karena suhu yang berbeda dapat mempengaruhi aktifitas dan sistem
respirasi yang terjadi pada ikan tersebut. Pada 3 menit pertama bukaan mulut
sebanyak 351; 3 menit kedua sebanyak 594; 3 menit ketiga sebanyak 563; 3 menit
keempat sebanyak 549; dan 3 menit kelima sebanyak 541. Rata-rata kelompok 5
dengan suhu 36oC adalah 519,6. Sedangkan pengamatan DO adalah pada
DO awal (DO0) didapat 3,2 mg/l dan DO akhir (DOt) didapat
2,3 mg/l. Rata-rata kandungan DO pada kelompok 5 adalah 3,4 x 10-4.
Hal ini menunjukkan bahwa DO sangat mempengaruhi aktifitas dan suhu. Semakin
tinggi suhu dalam air maka semakin tinggi aktifitas ikan yang menyebabkan
kandungan oksigen di dalam air rendah.
Menurut Salmin
(2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Kadar oksigen dalam air akan bertambah
dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.
Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses
difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
Menurut Kordi
(2004), suhu air akan mempengaruhi kekentalan viskositas air. Perubahan suhu
yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya angkat darah.
Seperti diketahui selera makan ikan, kisaran tubuh optimum bagi kehidupan ikan
adalah 25o - 52oC. Bila suhu rendah ikan akan
kehilangan nafsu m`kan, sehingga pertumbuhan terhambat, sebaliknya suhu terlalu
tinggi ikan akan stress bahkan mati kekurangan oksigen, karena beberapa
pathogen berkembang baik pada kondisi tersebut.
4.3 Faktor Koreksi
Pada praktikum
fisiologi hewan air materi respirasi terdapat beberapa faktor koreksi sebagai
berikut:
1. Heater aquarium yang
kurang baik sehingga suhu tertinggi yang diperlukan memerlukan waktu yang lama.
2. Terjadi kesalahan pada
saat perhitungan sehingga hasil yang didapat tidak akurat.
3. Handtally counter yang
kurang baik sehingga hasil tidak akurat.
4. Terdapat ukuran ikan yang
berbeda-beda.
5. Pada saat pengambilan ikan
nila (Oreochromis niloticus) terjadi kesalahan sehingga ikan menjadi
stress.
4.4
Manfaat di Bidang Perikanan
Manfaat di
bidang perikanan adalah dengan mempelajari sistem respirasi dari organisme air,
maka kita dapat mengetahui dan mensuplai oksigen (O2) yang tepat
bagi kehidupan biota air, misalnya di area pertambakan. Karena oksigen
merupakan faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam suatu
perairan tidak mampu mencukupi kehidupan semua anggota budidaya, maka segala
aktifitas biota akan terhambat.
5. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum fisiologi hewan air materi respirasi dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Respirasi yaitu proses
pengoksidasian metabolit oleh organisme saat ada oksigen untuk menangkap energi
yang dikandung dalam ikatan-ikatan metabolit.
Respirasi adalah suatu
proses perombakan bahan makanan dengan menggunakan oksigen sehingga diperoleh
energi dan CO2.
Jenis-jenis respirasi
adalah respirasi aerob dan respirasi anaerob.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi respirasi adalah suhu, kadar CO2 di dalam udara,
ukuran tubuh, umur, aktifitas ikan, dan jenis kelamin.
Sumber oksigen terlarut
dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktifitas
fotosintesis oleh tumbuhan.
Oksigen dalam air tambak
dihasilkan melalui proses difusi dari udara yang mengandung 20,95%.
Biasanya oksigen masuk
dalam air melalui difusi langsung dari udara, aliran-aliran air yang masuk,
hujan yang jatuh, dan proses asimilasi tumbuh-tumbuhan hijau.
Oksigen terlarut (DO)
dibutuhkan oleh semua jenis jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme
atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi yang berguna untuk
pertumbuhan dan pembiakan.
Transfer oksigen dari
lingkungan ke sel dapat dilihat dari beberapa langkah, yaitu celah insang,
difusi melewati paru-paru, transfer oksigen melalui darah, dan melalui difusi
jaringan.
DO dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan mutu air, kehidupan air dapat bertahan jika ada oksigen
terlarut minimum sebanyak 5 mg.
Mekanisme pernafasan pada
ikan diatur oleh mulut dan tutup insang.
Temperatur mempunyai
pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi.
Pada 0oC
respirasi sangatlah sedikit, sedangkan pada suhu 30oC – 40oC
sangat giat.
Peningkatan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatulasi.
Konsentrasi gas pada zat
cair akan berkurang dengan meningkatnya suhu.
Beberapa ikan laut
membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan majunya untuk mengalirkan
air melalui insang.
Jumlah rata-rata bukaan
mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) dari kelompok 1 sampai 10 secara
berturut-turut adalah 316,8; 339,6; 379; 264,2; 519,6; 337,6; 334,5; 328,4;
243; dan 369,8.
DO awal dan DO akhir dari
kelompok 1 sampai 10 secara berturut-turut adalah 3,1 dan 2,2; 0,2 dan 0,9; 3,1
dan 2,6; 3,4 dan 2,6; 3,2 dan 2,3; 3,4 dan 2,9; 4,2 dan 3,1; 0,7 dan 2,5; 4,0
dan 1,1; serta 2,7 dan 2,2. Hal ini dikarenakan bahwa faktor DO yang rendah
akan mempengaruhi banyaknya bukaan mulut dalam hal respirasi.
5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya para praktikan bias lebih
memperhatikan bagaimana cara mengamati bukaan mulut ikan pada saat pengamatan
atau perhitungan laju respirasi supaya data hasil pengamatan bernilai akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, D, D. A. Setiawibowo dan Y. Triwijiwati.
2009. Respirasi (Tingkat Konsumsi Oksigen) dan Ketahanan Ikan di luar
Media Air.http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal.pdf.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2011 pukul 10.00 WIB.
Arrignon and Jacques. 1999. Management of
Freshwater Fisheries Science. Publishers, INC : USA.
Effendi dan Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius
: Yogyakarta.
Giese. 1968. Cell Physiology. Standford University :
Philadelphia.
Imam, A. 2010. Proses Respirasi dan Termoregulasi.http://imamabror.wordpress.com/.
Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Izzati, M. 2005. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut
dan pH Perairan Tambak Setelah Penambahan Rumput Laut (Sargassum plagyophyllum)
dan Ekstraknya. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut. UNDIP :
Semarang.
Kordi, M. G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan.
Rinneka Cipta : Jakarta.
Kordi, G. 2008. Budidaya Perairan. PT Cipta
Adityo Bakti : Bandung.
Ratningsih. 2008. Uji Toksisitas Molase Terhadap
Respirasi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Jurusan Biologi. FMIPA
Universitas Padjajaran Jatinangor KM21, Sumedang.
Rida. 2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal.
Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan
Oksigen Biologi (BUD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas
Perairan. Oseano, volume XXX.
Suryani. 2010. Sistem Pernafasan pada Pisces.http://www.blogger.com/profile/14802441606210946033.
Sutimin. 2008. Model Matematika Konsentrasi Oksigen
Terlarut pada Ekosistem Perairan Danau. UNDIP : Semarang.
Triastuti, J., L. Sulmartiwi
dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.
Villee, Claude A., Warren F., Walker, Jr.
Robert, and D. Barnes. 1984.Zoologi Umum. Erlangga : Jakarta.
Weichert and K. Charles . 1959. Elements
of Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New York.
Diposkan
oleh R.Adhariyan Islamy di 19.03
Label: Laporan Praktikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar